Minggu, 06 Januari 2013

SEJARAH DAN ASAL-USUL NAMA JURANGPAHIT



Jurangpahit secara administratif adalah salah satu dusun yang terdapat di Desa Kutampi, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Propinsi Bali. Banyak yang bertanya darimana sebenarnya asal-usul nama Jurangpahit. Mengapa bisa namanya Jurang dan Pahit? Apakah Jurang tersebut yang rasanya pahit atau  bagaimana. Asal-usul nama Jurangpahit ternyata ada hubungannya dengan geografis yaitu letaknya yang diapit oleh dua jurang disebelah barat dan timur.  Sejarah asal-usul nama Jurangpahit ini seperti yang dituturkan oleh Jro Mangku Ketut Sepun –salah seorang sesepuh yang masih hidup - kepada penulis. Cerita ini sepertinya terjadi sekitar 150-an tahun yang lalu. Perkiraan ini didasarkan bahwa penduduk pertama Dusun Jurangpahit adalah kumpi dari Pekak Made (I Wayan Yasa) yang masih hidup dan saat ini diperkirakan berumur 80 tahun. Menurut Mangku Ketut Sepun cerita ini diceritakan turun temurun dari para pendahulunya. Benar tidaknya cerita tersebut hanyalah Tuhan yang tahu, kerena para saksi sejarah tidak ada yang masih hidup.
 


Tersebutlah seorang balian wanita yang bermukim di Pulau Nusa Penida bagian barat, tepatnya di Dusun Karangdawa, sekarang wilayah Desa Bunga Mekar. Balian tersebut sangatlah sakti mandraguna dan dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Tidak ada yang tahu nama balian tersebut, masyarakat sekitarnya menyebut beliau dengan sebutan Ni Balian Sakti. Kesaktian balian tersebut termahsyur sampai ke Puri Semarapura, Kerajaan Klungkung.

Suatu ketika putri Ida Dewa Agung yang tidak lain adalah Raja Klungkung menderita sakit parah. Banyak tabib dan balian yang diundang tidak mampu menyembuhkan putri tersebut. Akhirnya suatu ketika utusan Raja Klungkung tersebut mendengar kabar bahwa di Nusa Penida terdapat seorang perempuan yang mampu mengobati berbagai penyakit. Maka dijemputlah Ni Balian Sakti tersebut dan diajak ke Puri Semarapura.

Singkat cerita akhirnya Ni Balian Sakti pun  diminta mengobati Sang Putri. Ida Dewa Agung berjanji akan memberikan hadiah apabila Ni Balian Sakti berhasil menyebuhkan Sang Putri begitu sebaliknya, apabila gagal maka Ni balian Sakti akan menerima hukuman penggal. Ni Balian Sakti kemudian meminta sesajen berupa canang pitulikuran (canang 27 macam) untuk memulai prosesi pengobatan. Dibawah ancaman pedang dari prajurit kerajaan Ni balian melakukan ritualnya. Kemudian dia meminta yeh parangan yaitu air yang menetes dari batu-batuan di tebing guna dipercikkan serta diminumkan kepada Sang Putri.

Saat itu adalah musim kemarau, maka sangatlah mustahil menemukan yeh parangan seperti yang diminta Ni Balian, prajurit kerajaan pun menuduh Ni balian mengada-ada dan bersiap memenggal kepala Ni Balian. Ni balian bersikeras bahwa dia dapat menemukan yeh parangan disebelah selatan Puri semarapura. Maka diantarlah Ni Balian menuju tempat yang dimaksud. Apa yang ditunjukkan Ni balian hanyalah sebuah tebing atau parangan yang kering kerontang, tidak ada setetes airpun menetes dari ujung-ujung bati tebing. Prajurit kerajaan pun semakin marah dan hendak menghukum Ni Balian. 

Ni balian kemudian mengambil sebuah porosan, kemudian merapal mantra. Porosan tersebut kemudian disentil  ke arah batu parangan. Ajaib porosan yang terbuat dari janur kelapa menancap di batu cadas. Kemudian Ni Balian mecabut porosan tersebut dan seketika itu pula muncul semburan air dari batu cadas tersebut. Prajurit kerajaan pun terheran-heran dan kagum, kemudian segera menampung air tersebut. Mereka kemudian bergegas ke Puri untuk meminumkan air serta memercikkan air tersebut kepada Sang Putri. Seketika itu pula Sang Putri sembuh dan sehat kembali.

Sesuai janjinya Ida Dewa Agung kemudian memberikan hadiah kepada Ni balian Sakti yaitu berupa tanah di bagian timur pulau Nusa Penida, dimana terdapat sebuah bukit yang diapit oleh jurang yaitu disebelah timur dan baratnya. Tanah yang dimiliki Ni Balian adalah tanah sepanjang penglihatan Ni Balian dari puncak bukit tesebut yaitu dari sebelah barat Tukad Sanggingan sampai Tegeh Kuri, sebelah timur Jurang Made, ke utara sampai ke Samplangan dan ke Selatan sampai Masan (sebelah utara kuburan sekarang). Kemudian beliau membangun pondok di tempat yang sekarang disebut Masan (sebelah timur Pura Dalem sekarang).

Ni balian pada saat itu adalah seorang yang belum menikah, maka karena merasa tidak mampu menggarap tanah tersebut sendirian maka beliau akhirnya kembali ke Karangdawa dan menikah disana, kemudian bersama suaminya I Karang, beliau kembali ke daerah apit tukad atau apit jurang. Ni Balian dan I Karang kemudian mempunyai 4 orang anak laki-laki. Di antara anak laki-lakinya tesebut hanya dua orang yang mempunyai keturunan laki/waris yaitu yang dikenal dengan Kaki Yur dan Kaki Yasa. 

Demikianlah lama kelamaan keturunan Ni balian semakin bertambah. Mereka adalah yang dikenal sekarang sebagai soroh Tangkas Tegeh Kori, penduduk pertama di daerah tersebut. Alama- kelamaan berdatanganlah warga yang sekarang dikenal sebagai warga tutuan dari desa sebelah selatan yaitu dari Gelagah. Selanjutnya datang pula warga gelgel dari Jurang Aya. Demikianlah mereka hidup berdampingan hingga kini. Adapun daerah tersebut kemudian dikenal dengan nama Apit Jurang atau Jurang Apit. Lama kelamaan lapalnya menjadi Jurang Pahit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar